Oleh
: Moh. Baihaqi
Mahasiswa
tingkat 1 Fak. Syariah – Universitas Imam Syafi’i, Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Nafashadhramaut.id | Kita perlu membaca kembali lembaran-lembaran hitam penyebab runtuhnya masa keemasan para sahabat sepeninggal Rasulullah. Bagaimana jalinan erat persaudaraan dan kekuatan umat Islam yang dibangun kuat oleh Rasulullah, bisa mudah diluluh-lantahkan bangunannya oleh orang-orang munafik maupun kelompok di luar Islam.
Berawal dari menjadi kelompok pendukung hingga pemuja setia, bahkan mengkultuskan panutannya, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Syiah. Imbasnya, mereka menganggap kelompok di luar mereka ialah sesat dan menyimpang serta halal darahnya.
Penyebab paling urgen dari api perpecahan dan pertumpahan darah antar umat
Islam kala itu tiada lain oleh karena satu sumbu yang disebut 'fanatisme buta'.
Jika jiwa seorang muslim dikuasai oleh sifat yang satu ini, maka dirinya akan
selalu menganggap salah dan benci kepada kelompok lain yang berbeda paham,
meskipun benar dan legal menurut agama.
Rasulullah
bersabda,
«حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ»
"Cintamu
terhadap sesuatu, akan membuatmu buta serta tuli." (HR. Imam Abu Dawud)
Jadi, fanatisme buta merupakan penyakit yang amat berbahaya jika masuk ke dalam
relung hati seseorang. Kebencian dan dendam terhadap yang bukan kelompoknya
telah merasuki hati dan pikiran. Hingga dirinya akan selalu menganggap salah
'tokoh' yang tidak sepaham dengan 'tokoh' yang oleh dirinya dijadikan panutan.
Merasa hanya kelompok dirinya yang paling benar. Menolak dan menghujat tokoh
lain yang tidak sepaham. Tentu, akibat yang ditimbulkan ialah perpecahan dan
kericuhan di tubuh umat Islam.
Kita harus memahami bahwa sifat fanatisme ini merupakan salah satu amunisi
paling ampuh yang digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk memecah belah umat
Islam, baik merusak dari luar maupun dari dalam. Jika umat Islam berpecah
belah, maka ibarat buih di lautan. Menjadi kelompok mayoritas, namun tidak
memiliki kekuatan. Mudah diadu-domba oleh musuh-musuh di luar Islam. Dan pada
akhirnya, Islam bukan menjadi agama yang Ya'lu wala Yu'la Alaih (tinggi
dan tidak ada yang sesuatu di atasnya), sebagaimana yang diserukan oleh
Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam.
Sekarang kita bisa merasakan bagaimana begitu hebatnya musuh-musuh di luar
Islam mengadu-domba para tokoh dan umat Islam. Begitu sangat mirisnya,
kecintaan umat Islam kepada para tokohnya mulai luntur hanya lantaran beda panutan
dan beda paham.
Jika kepercayaan dan rasa simpati kepada para tokoh telah luntur, imbas dari
semua itu, para tokoh umat Islam mudah untuk dikriminalkan dan dipenjarakan.
Padahal, kebangkitan dan kemerdekaan negara ini dari keterpurukan penjajahan
hingga mereka bersatu-padu melawan penjajah, tiada lain oleh karena
disatukan para ulama dan tokoh-tokoh Islam.
Maka dari itu, penting bagi kita sebagai umat Islam mayoritas untuk bersatu dan mempererat kembali persaudaraan. Saling menghargai dan melihat antar kelompok Islam bahwa mereka sama-sama 'saudara seiman'. Tidak anti terhadap segala bentuk 'perbedaan' manhaj, dakwah, ormas, dan pemikiran, selagi perbedaan tersebut masih dalam lingkup ajaran Islam yang benar. Hentikan hujatan kepada kelompok atau tokoh lain yang sama-sama benar, meskipun berbeda manhaj dakwah dan pemikiran. Kelompok yang lebih memilih dakwah secara pelan-pelan tidak seyogyanya mengkritik kelompok lain yang menegakkan amar makruf nahi mungkar. Begitu pula sebaliknya. Sebab, saling menghujat bukan menumbuhkan bibit ukhuwah, namun malah membuahkan kebencian.
Rasulullah sendiri telah mencontohkan dua sahabat terbaik beliau, yaitu
sayyidina Abu Bakar dan sayyidina Umar. Keduanya memiliki watak dan sikap yang
berbeda yang sama-sama benar. Sayidina Abu Bakar dikenal dengan kelembutan,
sedangkan Sayyidah Umar dikenal dengan sikap ketegasan. Ummu Salamah
meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Sesungguhnya ada dua
malaikat di langit. Malaikat satunya memerintah dengan cara halus dan yang
satunya memerintah dengan tegas. Dan kedua-duanya sama-sama benar." Rasulullah
menyebutkan Malaikat Jibril dan Mikail.
"Dan ada pula dua nabi yang salah satunya memerintah dengan cara halus dan yang satunya dengan tegas. Dan kedua-duanya sama-sama benar." Rasulullah menyebutkan Nabi Ibrahim dan Nabi Nuh. “Dan aku memiliki dua sahabat, satunya tegas dan yang satunya halus. Dan kedua-duanya sama-sama benar.” Rasulullah menyebutkan Abu Bakar dan Umar." (HR. Ath-Tabrani, para perawinya tsiqah)
Mari kita umat Islam belajar kepada sahabat Muhajirin dan Anshar yang keduanya saling melengkapi dan tolong menolong, bahkan seakan-akan menjadi saudara sekandung di kota Madinah. Meninggalkan segala perbedaan dan menyatu dalam satu kata 'saudara seagama'.
Belajar kepada kaum Aus dan Khazraj yang sangat bermusuhan sebelum masuk Islam, hingga mereka melupakan segala perbedaan dan konflik yang begitu lama. Menjadi rukun dan harmonis hanya dengan satu bingkai dan satu kata 'satu keyakinan Islam dan seagama'. Dengan begitu, kita bisa merakit bahtera keutuhan umat, bangsa, dan negara. Rasulullah bersabda, "Orang mukmin bagi mukmin yang lain ibarat bangunan yang saling mengokohkan." (HR. Bukhari).
Posting Komentar