Andaikata engkau memiliki seorang teman, ia adalah
seorang yang baik hati, bersih, selalu berpakaian rapi, dan seluruh sifat yang
ada di dalam dirinya mengandung makna keindahan. Engkau telah lama
bersamanya, bahkan sejak kecil engkau selalu bermain bersamanya, engkau
mengenalnya sebagai orang yang baik.
Akan
tetapi, apa yang terjadi jika suatu hari, temanmu itu melakukan sesuatu yang
tidak kau sangka-sangka, ia melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu, dari
lisannya keluar kata-kata yang kotor yang menusuk hatimu. Menurutmu, masih
adakah keindahan di dalam diri temanmu ketika itu? Dan pastinya kau akan
berhadapan dengan dua pilihan; mengingatkannya bahwa perbuatan yang ia lakukan
itu salah atau meninggalkannya dan mencari teman yang baru.
Dalam
hidup ini ada sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan kita pelihara semasa
hidup kita, yaitu akhlaq. Dengan keindahan akhlaq yang dimiliki oleh seseorang,
Allah akan mengangkat derajat orang tersebut di kalangan penduduk langit dan
bumi. Sebaliknya, dengan kerendahan yang dimiliki seseorang, Allah akan
menghinakan orang tersebut dan merendahkannya serendah-rendahnya.
Sebagai
contoh nabi kita nabi besar Muhammad saw. sebagaimana yang kita ketahui bahwa beliau
adalah orang yang paling mulia akhlaq dan tingkah lakunya. Bahkan Rasulullah
pun sebelum masa kenabiannya, beliau adalah orang yang terpandang di kalangan
masyarakar Mekah saat itu. Beliau sangat dicintai oleh keluarga, karib kerabat,
tetangga, bahkan para pedagang yang melakukan transaksi jual-beli dengan Beliau.
Suatu
ketika, Sayyidatuna 'Aisyah ditanya mengenai akhlaq baginda Rasulullah, Sayyidah
‘Aisyah pun menjawab “Akhlaq beliau adalah Al-Qur'an.” Di dalam Al-Qur'an juga disebutkan yang
artinya "Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad) memiliki akhlaq yang
agung." [Qs. Al-Qalam ayat 4].
Allah telah menjaga Beliau dari berbagai macam perangai yang buruk
lagi tercela. Allah juga telah menjaga nasab beliau sehingga Rasulullah saw.
terlahir dari keturunan orang-orang yang shaleh. Dengan akhlaq terpuji, kita
akan mendapat keberkahan serta keridhaan dari Allah sawt. di setiap pekerjaan
yang kita lakukan. Dan apa itu keberkahan? Keberkahan ialah tambahan kebaikan
dari Allah ta'ala. Maksudnya ialah setiap perbuatan yang kita lakukan membuat
diri kita menjadi lebih baik. Jika kita seorang penuntut ilmu, dengan ilmu
tersebut kita akan mengajarkan ilmu tersebut untuk hal-hal yang baik dan kita
tidak akan sombong dengan ilmu yang kita punya tersebut.
Jika kita seorang pedagang maka kita tidak akan melakukan
kecurangan serta penipuan dalam timbangan maupun harga. Jika kita seorang yang
kaya raya, maka kita tidak akan kufur terhadap nikmat yang Allah berikan
tersebut dan tidak akan menimbun harta tersebut, justru dengan harta yang
melimpah itu kita akan menginfakkan harta kekayaan kita tersebut di jalan Allah
serta menyedekakhkannya kepada orang yang lebih membutuhkan. Jika kita seorang
yang fakir sekalipun, dengan akhlaq yang mulia kita tidak akan berburuk sangka terhadap
orang yang mengabaikan kita sebagai seorang fakir. Justru kita akan bahagia
atas semua yang Allah takdirkan untuk kita.
Berbicara tentang akhlaq maka kita perlu membahas tentang hubungan
sosial antar sesama manusia. Seperti deskripsi yang saya paparkan di atas, jika
salah seorang teman kita berbuat hal yang tidak layak dilakukan atau bahkan
menyakiti hati kita, apakah kita akan mengingatkannya bahwa yang ia lakukan itu
salah atau malah menjauhinya? Kalaupun seandainya kita memilih untuk menjauhinya
itu wajar, sebab kita tidak ingin ikut-ikutan berperilaku buruk seperti dia
bukan? Akan tetapi alangkah baiknya jika kita memilih untuk mengingatkannya.
Sebab, jika teman kita itu menerima nasehat yang kita berikan, maka setiap amal
baik yang ia lakukan karena nasehat tersebut kita juga akan mendapat ganjaran
dari Allah. Bukan hanya itu melainkan hubungan persahabatan kita dengannya juga
akan semakin erat.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah: "Barang siapa yang mencontohkan sesuatu yang baik,
maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya samapai
hari kiamat." [HR. Tirmidzi]
Akan tetapi didalam mengingatkan seseorang ada beberapa poin
penting yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah:
1. Memilih tempat yang tepat.
Alangkah baiknya jika kita ingin menasihati seseorang, carilah
tempat yang sepi, yang tidak terlalu ramai orang. Karena seseorang akan merasa
tidak enak jika diingatkan didepan umum. Dan jika mengingatkan seseorang di
hadapan banyak orang, sama saja dengan kita membongkar kekurangan dan
menampakkan aib orang tersebut secara terang-terangan. Bukankah di dalam sebuah
hadis dikatakan "Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka
Allah akan menutupi (aib)-nya di hari kiamat."? Lantas, bagaimana dengan
orang yang mengumbarkan aib saudaranya di depan umum? Tentu ia akan mendapatkan
balasan atas perbuatannya tersebut.
Termasuk dalam kategori mengumbar aib seseorang adalah 'ghibah'.
Kita harus berhati-hati. Tanpa kita sadari kita telah mengikis pahala sedikit
demi sedikit dan menukarnya dengan dosa orang yang kita ghibah. Dan
digambarkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an bahwasannya ghibah itu sama
dengan memakan bangkai saudara sendiri. Allah swt. berfirman yang artinya: "Dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah
seorang di antara kalian ingin memakan bangkai saudaranya? Tentu kalian merasa
jijik." [Qs. Al-Hujurat ayat 12].
Maka dari itu, kita harus sebisa mungkin menjauhi perbuatan
tercela tersebut supaya di akhirat kelak kita tidak terbebani dikarenakan apa yang
telah kita perbuat di dunia ini.
2. Memilih kata-kata yang tepat.
Dalam mengingatkan seseorang, tentunya kita mesti memilah kosakata
yang sopan dan tidak menyakiti perasaan. Contohnya kalimat "Lain kali kalo
mau pergi pamit dulu." Berbeda dengan kalimat "Harusnya kalo mau
pergi pamit dulu." Meskipun maksud dari kedua kalimat ini sama, tetapi
kesopanan tentu berbeda. Kata "lain kali" saya rasa lebih halus untuk
digunakan daripada kata "seharusnya" karena kata "seharusnya"
lebih seperti mendikte sesuatu yang sudah terlanjur dan untuk mengembalikan
sesuatu yang sudah terlanjur tidak akan mungkin.
Sama seperti kata "Terserah" dan "Mana
bagusnya". Misalkan, kita pergi ke toko buku bersama teman kita dan uang
yang ia punya hanya bisa untuk membeli satu buku sedangkan ia menemukan dua
buah buku yang membuatnya tertarik. Karena bingung ia meminta saran dari kita. "Enaknya beli buku yang mana ya, dua-duanya bagus
soalnya?" Terus kita jawab "Ya,
terserah." Walaupun diucapkan dengan intonasi yang sopan, menurut saya
pribadi kalimat ini tetap terdengar kasar. Akibatnya si teman tersebut membeli
buku yang tidak cocok dengannya.
Berbeda kalau kita menjawab dengan "Mana yang bagus buat
kamu." Atau "Mana yang lebih penting buat kehidupanmu
sehari-hari." Tentu ia akan betul-betul memilih antara dua buku tersebut. Dengan
itu kita sekaligus memberi saran kepadanya walaupun tidak ada niat memberi
saran sama sekali. Di dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan kita untuk
bertuturkata yang baik. "Dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik."
3. Menggunakan intonasi yang halus.
Meskipun kita sudah memilih tempat yang sepi dan kata-kata yang
sopan tanpa disertai intonasi yang baik maka yang terjadi hanya ada prasangka
buruk dari orang yang kita nasehati tersebut. Supaya tidak menimbulkan
permusuhan, alangkah baiknya jika kita menggunakan intonasi yang lembut.
Dengan
memperhatikan serta menerapkan tiga hal di atas, insya Allah orang tersebut
yang kita nasihati menerima apa yang kita katakan. Sebagai seorang mukmin hendaknya
kita saling berlemah lembut terhadap sesama. Karena dari lemah lembut terhadap
saudara, akan nampaklah betapa indahnya ikata ukhuwah Islamiyah. Dan
kita meminta kepada Allah supaya ikatan persaudaraan kita sesama muslim. Amiin
Allahumma Aamiin.
Sebagai
penutup, saya mengutip perkataan salah seorang tabi'in yang bernama Raja' bin
Haiwah Ra:
"Alangkah
indahnya Islam jika dihiasi dengan Iman, alangkah indahnya Iman jika dihiasi
dengan taqwa, alngkah indahnya taqwa jika dihiasi dengan amal, dan alangkah
indahnya amal jika dihiasi dengan kelembutan." [Wallahu A’lam]
*Dikutip
dari buku para Tabi'in.
===============
Penulis:
@fathurrahman_uweis
Editor:
@gilang_fazlur_rahman
Ilustrator:
@najibalwijufri
Terus
dukung dan ikuti perkembangan kami lewat akun media sosial Nafas Hadhramaut di;
Posting Komentar