Sabtu, 21 November 2020

BENARKAH MERAYAKAN MAULID NABI ITU BID'AH?

BENARKAH MERAYAKAN MAULID NABI ITU BID'AH?

Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
(*)


Nafashadhramaut.id Sebelum membahas jauh tentang apa itu hukum merayakan Maulid Nabi saw., pertama yang harus kita ketahui adalah perayaan Maulid Nabi itu sendiri, isinya apa dan hakikatnya seperti apa?

 

Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. adalah ajang berkumpulnya kaum muslimin baik di masjid ataupun di tempat terbuka yang pada umumnya diisi dengan hal-hal berikut ini:

1. Pembacaan Siroh Nabi Muhammad saw. dalam Bahasa Arab.

2. Pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

3. Pembacaan hadits-hadits Nabi.

4. Mau’idzoh Hasanah.

5. Pembacaan Shalawat serta syair-syair yang berisi tentang pujian kepada Nabi Muhammad saw.

6. Pembagian makanan kepada jama’ah yang hadir.

 

Baiklah, kita kupas sedikit tentang 6 kegiatan utama yang sering dilakukan oleh Kaum Muslimin di berbagai behalahan dunia dengan perayaan yang begitu meriah pada bulan Rabiul Awwal dan secara sederhana pada setiap malam jum’atnya. Dari nomer 1 hingga nomer 4 tak ada masalah dengan ini, semuanya sepakat akan anjuran Syariat terhadapnya.

 

Allah Swt. berfirman:

 

(وَكُلّاً نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِه فُؤَادَك)

 

"Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu." QS. Hud: 120.

 

Jika Allah Swt. menceritakan kisah-kisah rasul-Nya agar meneguhkan hati Nabi Muhammad saw., maka kita sebagai umatnya lebih berhak mendengarkan kisah-kisah tersebut. Sedangkan kisah yang paling dahsyat adalah kisah Nabi Muhammad saw. yang merupakan paling utamanya nabi dan rasul. Terlebih Allah Swt. juga berfirman:

(وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ الله)

“Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.” QS. Ibrahim: 5.

 

Dan, di antara hari-hari Allah adalah hari di mana Allah memberi pertolongan kepada para nabi-Nya dan hari kelahiran mereka. Sedangkan Nabi Muhammad saw adalah nabi yang paling agung.

 

Pun sholawat juga merupakan perintah Allah swt di dalam Al-Qur’an:

 

(ﭐ ﱢ ﱣ   )

 

 

 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi (Muhammad), wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam pernghormatan." QS. Al-Ahzab: 56.

 

Imam Khotib Asy-Syirbini dalam Tafsirnya "As-Siroj Al-Munir" menyatakan, "Perintah di sini menunjukkan kewajiban, Ulama-pun sepakat bahwasannya Sholawat tidaklah wajib di luar Sholat. Sebagian menyatakan Sholawat wajib dibaca sekali seumur hidup dan sebagian lagi menyatakan wajib dibaca setiap kali nama Nabi Muhammad saw disebutkan."

 

Adapun pembacaan syair-syair yang berisi tentang pujian terhadap Nabi Muhammad saw. itu sudah ada di zaman beliau, di mana Sayyidina Hassan bin Tsabit adalah penyair ulung dari kalangan sahabat, dia  suka memuji Nabi Muhammad saw. dalam syair-syairnya. Berikut ini adalah salah satu syair beliau yang sangat terkenal:

 

وَأَحْسَنُ مِنْكَ لَمْ تَرَ قَطُّ عَيْنِيْ # وَأَجْمَلُ مِنْكَ لَمْ تَلِدِ النِّسَاءُ

خُلِقْتَ مُبَرَّءً مِنْ كُلِّ عَيْبٍ # كَأَنَّكَ قَدْ خُلِقْتَ كَمَا تَشَاءُ

 

“Lebih indah darimu mata ini belum pernah melihatnya, lebih tampan darimu tak ada wanita yang melahirkannya.”

“Engkau diciptakan tanpa aib, seolah-olah Kau dicipta sesuai kemauanmu.”

 

Sedangkan bagian terakhir yaitu membagikan makanan juga merupakan hal yang dianjurkan di dalam Syariat Islam yang statusnya adalah sedekah.

 

Jika satu persatu amalan di atas sangat dianjurkan, lantas bagaimana kalau dikerjakan secara bersamaan? Bukankah itu kebaikan di atas kebaikan?

 

Lantas, apa sih hakikat memperingati Malid Nabi itu sendiri?

 

Hakikat dari merayakan Maulid Nabi adalah bergembira atas kehadiran Rasulullah saw. ke dunia ini yang dimulai sejak kelahirannya. Allah Swt. berfirman:

 

(قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وبِرَحْمَتِه فَبِذلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْن)

 

“Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya dengan itu bergembiralah. Itu adalah sebaik-baik apa yang mereka kumpulkan.” QS. Yunus : 58.

           

Adakah rahmat Allah Swt. yang keagungannya melebih Nabi Muhammad saw.? Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

 

(وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْن)

 

 “Dan tiadalah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” QS. Al-Anbiya: 107.

 

Selain ayat-ayat di atas, ada beberapa hadits yang menunjukkan tentang kebolehan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. di antaranya :

 

1. Abu Qodatah Al-Anshori r.a. meriwayatkan:

 

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم الاثنين فقال فيه ولدت.

“Sesungguhnya Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari senin, beliau menjawab: 'Pada hari itu Aku dilahirkan.'” HR. Muslim, no. 1978.

Hadits ini merupakan salah satu bentuk perayaan yang dilakukan oleh Nabi atas kelahirannya, yaitu dengan berpuasa.

 

2. Abu Buroidah Al-Aslami r.a. berkata:

 

خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم في بعض مغازيه فلما انصرف جاءت جارية سوداء فقالت يا رسول الله إني كنت نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم إن كنت نذرت فاضربي وإلا فلا فجعلت تضرب.

“Suatu ketika Rasulullah saw. keluar di sebagian peperangannya. Ketika kembali pulang, ada seorang budak perempuan yang hitam mendatanginya seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Aku telah bernadzar jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat, maka Aku akan memukul rebbana di hadapanmu dan bernyanyi.' Lantas Rasulullah saw. bersabda kepadanya, 'Jika Kau sudah bernadzar maka lakukanlah, jika belum maka tidak usah.” Kemudian budak tersebut memukul (rebananya).'” HR. Tirmidzi, no. 3623.

 

Jika memukul rebana karena bergembira atas kembalinya Nabi ke Madinah dengan selamat, maka bergembira dengan kehadiran Nabi ke dunia ini lebih berhak kita sambut dengan gembira.

 

Ulama dari masa ke masa juga turut membenarkan praktik perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Bahkan banyak di antara mereka yang menulis kitab khusus yang menjelaskan tentang kebolehan dan keutamaan merayakan Maulid Nabi, di antaranya:

 

1. Al-Hafidz Ibn Dihyah dalam kitabnya At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir.

2. Al-Hafidz Al-Azfi dalam kitabnya Ad-Dur Al-Munadzdzom fi MAulid An-Nabi Al-Mu’adzdzom saw.

3. Al-Imam Al-‘Ala’I dalam kitabnya Ad-Durroh As-Saniyah fi Maulid Khoir Bariyah.

4. Al-Hafidz Al-‘Iroqi dalam kitabnya Al-Maurid Al-Hani fi Al-Maulid As-Sani.

5. Al-Hafidz Ibn Nashiruddin Ad-Dimasyqi dalam kitabnya Maurid ASh-Shodi fi Maulid Al-Hadi saw.

6. Al-Hafidz An-Naji dalam kitabnya Kanz Ar-Roghibin Al-‘Ufah Fi Ar-Romz Ila Al-Maulid AL-Muhammadi Wa Al-Wafah.

7. Al-Hafidz As-Suyuthi dalam kitabnya Husn Al-Maqshid fi Amal Al-Maulid.

 

Bahkan Syeikh Ibn Taimiyah dalam kitabnya "Iqtidho’ Ash-Shiroth Al-Mustaqim" berkata:

 

فتعظيم المولد، واتخاذه موسمًا، قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم.

“Bahwa mengagungkan Maulid dan merayakannya itu seperti yang dilakukan oleh sebagian orang dan dia akan mendapatkan pahala yang besar karena niat baiknya dan pengangungannya kepada Rasulullah saw.”

 

Jika ada yang mengatakan, bahwa Maulid Nabi itu tidak ada di zaman Nabi Muhammad saw. dengan bentuk yang dilakukan oleh Kaum Muslimin sekarang, sedangkan hal yang diada-ada itu adalah bid'ah.

 

Memang benar, perayaan Maulid Nabi yang dilakukan dengan cara demikian tidak ada di zaman Nabi saw. dan ini masuk dalam kriteria Bid'ah. Yang jadi pertanyaan adalah apakah semua Bid'ah itu sesat?

 

Dalam hal ini Ulama menganggap tidak semua Bid'ah itu sesat menyesatkan. Imam Syafi'i berkata:

 

البدعة بدعتان: بدعة محمودة، وبدعة مذمومة، فما وافق السنة، فهو محمودٌ، وما خالف السنة، فهو مذموم.

 

"Bid'ah itu ada dua, Bid'ah Mahmudah (terpuji) dan Bid'ah Madzmumah (tercela). Yang sesuai dengan As-Sunnah maka hal itu terpuji, sedangkan yang menyalahi As-Sunnah maka hal itu tercela."

 

Pendapat beliau berlandaskan kepada perkataan Sayyidina Umar:

نعمت البدعة هذه.

 

"Ini adalah sebaik-baik Bid'ah."

Yang merujuk kepada perbuatan beliau dalam mengumpulkan sahabat saat shalat Taraweh 20 rakaat dengan satu imam. Sedangkan di masa Nabi saw. beliau tidak melakukan dengan cara yang demikian. Pun pengumpulan Al-Qur'an dalam satu Mushaf terjadi di masa Sayyidina Abu Bakar. Sebelumnya Al-Qur'an hanya ditulis di pelepah kurma, tulang, batu dan kulit unta. Karena kertas di masa itu masih sangat susah ditemukan, dan kebanyakan para sahabat menghafal Al-Qur'an di dada mereka.

 

Jadi kesimpulannya adalah: Hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad saw. adalah Bid'ah Hasanah yang sangat dianjurkan karena tidak bertentangan dengan Syariat, bahkan sesuai dengan anjuran Syariat sebagaimana kami sebutkan di awal pembahasan ini.

 

Wallahu A'lam Bish-showab.


Ditulis di Mukalla – Yaman, Juni 2020.

(*) Penulis adalah alumni Univ. Imam Syafi'i, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Hadhramaut University.

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search