Pola bermadzhab kaum Wahhabi cenderung ekstrim, mereka sangat
kencang menyuarakan persoalan bid'ah terhadap mayoritas kaum Muslimin di
berbagai penjuru negeri. Lebih-lebih, bila hal itu menyangkut soal tradisi,
sebuah perkara yang mereka anggap telah menyalahi norma syariat agama. Mereka
tak lelah, pun tak henti-hentinya mengkafirkan saudara muslim lainnya yang ikut
serta melakukan perkara tersebut.
Dalam menjalankan kehidupan keagamaan sehari-hari, kita telah
menyaksikan bagaimana antusiasme umat Muslim yang notabenenya Ahlu sunnah
wal jama'ah telah banyak berpartisipasi dalam menyambut dan memperingati
momen-momen tertentu, seperti maulid nabi, isra' dan mi'raj dll. Demikian itu
karena didominasi oleh keyakinan dan keimanan yang tertancap di benak mereka.
Seiring berjalannya waktu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
objektif terkait sebab yang menjadi gagasan utama kaum minoritas yang
menyatakan keharaman peringatan Isra' dan Mi'raj.
Pada dasarnya, aliran pemikiran mereka sama sekali tidak
berlandaskan dalil yang kuat, tidak pula didasari oleh penelitian yang jujur,
melainkan sekedar reaksi semata atas kesilauan dan kecenderungan nafsu yang
menguasai hati mereka.
Gugatan kaum Wahhabi terkait keharaman peringatan isra' dan mi'raj
ialah:
-
Perayaan
isra' dan mi'raj adalah perkara bathil.
-
Perbuatan
tersebut tergolong kepada perkara bid'ah yang haram.
-
Kegiatan
itu menyerupai tradisi Yahudi dan Nasrani.
Dengan ini, mereka menganggap bahwa tidak diperkenankan untuk ikut
serta di dalamnya. Dalam fatwanya, nadzar seorang yang bertujuan menyembelih
hewan pada tanggal 27 Rajab, tidak sah. Dan bila sudah terlanjur disembelih, maka
haram dikonsumsi, karena termasuk kemaksiatan.
Dalil – dalil yang menjadi rujukan dasar pola berfikir mereka
ialah:
Kitabullah
Firman Allah swt:
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الإِسْلاَمَ دِينًا. (المائدة:3)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.”
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً. (النساء: 59)
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Berdasarkan keyakinan mereka, maksud kembali kepada Allah, ialah
kembali kepada apa yang Allah perintahkan melalui Nabi-Nya, pula kembali kepada
sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana diketahui, tak ada ayat begitupun hadits
yang menyarankan adanya peringatan isra' dan mi'raj.
Sunnah Nabi
Dalam hal ini, mereka menukil sebuah riwayat yang termaktub dalam
kitab Shahih Bukhari Muslim dan lainnya.
عن عائشة رضي الله عنها قالت: أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: ((من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد)). وفي
رواية لمسلم: ((من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد)). (رواه البخاري)
Dari Aisyah ra berkata: bahwa
Rasulullah Saw bersabda: "Barang siapa mencetuskan perkara baru yang
belum pernah ada, maka hal itu tertolak."
عن العرباض بن
سارية قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إياكم ومحدثات الأمور فإن كل
محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة)). (رواه البيهقي في شعب الإيمان)
Dari Irbadh bin Sariyah berkata:
Rasulullah Saw bersabda: "Hindarilah perkara-perkara baru, karena
sungguh setiap perkara baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah
sesat."
ما روي أن النبي الله صلى الله عليه وسلم
قال: ((ما أحدث قوم بدعة إلا رفع مثلها من السنة فتمسك بسنة خير من إحداث بدعة)).
(مسند أحمد بن حنبل)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw
bersabda: "Tidak sekelompok orang mencetuskan hal baru, melainkan
mereka telah keluar daripada sunnah. Maka dari itu, orang yang berbegang erat
kepada sunnah-Ku lebih baik dari orang yang membuat-buat perkara baru."
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَى اللَّهُ أَنْ يَقْبَلَ
عَمَلَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ. (رواه ابن ماجه)
Rasulullah Saw bersabda: "Allah akan menolak seluruh amalan
yang ahli bid'ah hingga ia meninggalkan kebid'ahannya.
Istishab
Sayyid Dr. Abdurrahman Assegaf memberikan definisi mengenai isitshab
dalam kitabnya, tuturnya,
الاستصحاب بمعنى ثبوت
أمر في الزمان الثاني لثبوته في الزمان الأول.
"Istishab
ialah menerapkan hukum di zaman kedua dengan hukum yang telah ditetapkan di
zaman pertama."
Kaum minoritas berdalih dan merujuk kepada asal di zaman Nabi Saw,
yang mana hal peringatan isra' dan mi'raj tak dibenarkan. Maka tidak sepatutnya
dikatakan, "ibadah ini disyariatkan, kecuali bila ada nash Al-Qur'an
dan Sunnah yang melarangnya."
Juga tidak boleh dikatakan, "perkara ini (isra' dan mi'raj)
adalah boleh karena dilihat dari segi kemaslahatan, atau dari segi qiyas maupun
ijtihad."
Menurut mereka, sebab tidak diperbolehkannya hujjah
tersebut, karena ini menyangkut ibadah, dan ibadah merupakan perkara tauqifiyyah,
sehingga tak ada celah untuk mengaplikasikan ijitihad pun qiyas
dalam ruang lingkup ibadah.
Logika
Pernyataan yang kian sering disampaikan mereka ialah, bila perkara
ini (peringatan isra' dan mi'raj) dianjurkan oleh syariat, maka sudah
sepantasnya tokoh utama yang berhak memperingatinya ialah Nabi Muhammad Saw,
hal ini bila dilihat dari segi peristiwa isra' dan mi'raj.
Namun, bila peringatan ini diselenggarakan dalam rangka mengingat
nikmat yang diberikan Allah kepada Rasulullah Saw, serta bertujuan untuk
menghidupkan malam isra' dan mi'raj, maka tokoh yang lebih berhak melakukannya
ialah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Kemudian para tabhi'in, tabhi'
thabi'in, serta para imam-imam besar lainnya. Kronisnya, tak ada satu pun
dari mereka melaksakan peringatan tersebut.
Imam Samarqandi menukil perkataan Ibnu Nuhas dalam kitab Tanbihul
Ghalifilin. Komentar Ibnu Nuhas terkait peringatan isra' dan mi'raj dinilai
tak bertata karma, dan jauh dari koridor ahlak Nabi,
أن الاحتفال بهذه الليلة بدعة عظيمة في
الدين، ومحدثات أحدثها إخوان الشياطين.
"Semarak peringatan malam (isra' dan mi'raj) ini merupakan
bid'ah besar dalam agama, dan termasuk perkara-perkara baru dicetuskan oleh
saudara-saudara syaitan."
Begitulah serangkaian dalil yang acap kali dilontarkan oleh kaum Wahhabi
ketika ditanya mengenai hukum peringatan malam isra' dan mi'raj, kesimpulan
yang mereka cetuskan ialah:
-
Peringatan
ini belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw, maka hal itu bid'ah.
-
Bila
perkara ini disyariatkan agama, maka sudah semestinya para sahabat lebih dulu
melakukan hal tersebut.
-
Peristiwa
isra' dan mi'raj tak ditetapkan pada hari-hari tertentu.
-
Peringatan
ini memicu kegundahan dan kemunkaran.
-
Agenda
peringatan isra' dan mi'raj terdapat penuturan kisah Ibnu Abbas yang dusta.
Demikian paparan lengkap mengenai fakta paradigma yang dianut kaum Wahhabi,
hal itu menggambarkan sikap keras kepala mereka yang mengabaikan fakta-fakta
penting dalam bermadzhab. Maka, benar-benar salah kaprah bila kita mengikuti
pola fikir mereka yang keliru dan penuh dengan keraguan.
Seorang muslim sejati tak pantas menganggap bahwa teori yang
dibangun kaum Wahhabi itu adalah benar, walau tak dipungkiri, jika mereka
mengambil dalih berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah, dll.
Namun, keilmuan mereka belum mumpuni dalam menafsirkan dan
mengambil kesimpulan dari dalil-dalil tersebut. Jalan yang ditempuh mereka
berkelak kelok, rancu, dan tak ada kebenaran yang menyinari hati dan logikanya.
[Wallahu A'lam]
Referensi:
· Al-Ahkam Asy-Syariyyah ba'dhu
Al-Adhat Al-Hadhramiyyah, karya Dr. Fuad
Amr bin Syeikh Abu Bakar.
· Al-Madhkhal ila Ushul Al-Fiqh, karya Sayyid Dr. Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir
As-Seggaf.
· Tanbiih Al-Ghafilin, karya Abu Laits As-Samarqandi Al-Hanafi.
Penulis: @ibnu_zamsy
Editor: @gilang_fazlur_rahman
Layouter: @najibalwijufri
Terus dukung
dan ikuti perkembangan kami lewat akun media sosial Nafas Hadhramaut di;
IG • FB • TW •
TG | Nafas Hadhramaut • Website | www.nafashadhramaut.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar